Jarak yang ditempuh umat zaman sekarang makin membentang jauh untuk mengejar ketertinggalan dari umat zaman dulu. Keterpautan kapasitas dalam ‘isi’ juga semakin banyak; kwalitasnya umat zaman sekarang dan masa-masa yang akan datang juga kian lama kian terpuruk. Sungguh benar apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw:”Khoirul qorni, qorny, tsummalladzina yalunahum, tsummalladzina yalunahum”, sebaik-baik kurun adalah kurunku, lalu orang-orang setelahnya, lalu orang-orang setelahnya.
Kalau dilihat redaksional hadis tersebut, dengan memakai shighot aam (bentuk umum) yang mencakup umat zaman sekarang secara menyeluruh, baik ulama ataupun orang awamnya; baik ulama maupun juhala-nya. Dalam segala hal, masa-masa pertama Islam lebih unggul dari kita zaman sekarang.
Saat ini sangat sulit menjumpai orang (ulama/awamnya) yang benar-benar berkapasitas keilmuan yang menonjol, kebanyakan sama rata. Ana kira tidak perlu panjang lebar memberi pendahuluan dari tulisan ana kali ini biar pembaca tidak jadi bosan :-). Kita langsung saja bicara soal objek kita kali ini.
WABAH ‘SOK TAHU’
Kendati kapasitas ilmu makin menurun, tetapi ada satu hal yang sangat menonjol; yaitu penyakit ‘sok tahu’ di kalangan umat. Banyak orang memberi ‘fatwa’ atau menjawab persoalan dengan cara asal-asalan, tidak bersumber hukum kuat. Hal inilah yang meningkat di kalangan umat.
Dalam hal ‘fatwa’ atau menjawab suatu persoalan ini, kalangan salafussholih jika diberi sebuah pertanyaan malah berusaha menghindarkan diri lalu melempar pertanyaannya kepada ulama lain, hal tersebut bisa dimengerti karena mereka sangat takut memberi sebuah jawaban yang salah sehingga bisa menyesatkan umat da sungguh berat pertanggungjawabannya nanti di akhirat. Dan hal tersebut menandakan bahwa sifat waro’ serta tawadhu’ selalu mereka kedepankan. Mereka menganggap bahwa ulama lain yang lebih jozz dari dirinya.
Beda dengan umat zaman sekarang, wabah ‘sok tahu’ sudah kian merebak kemana-mana. Kiai, ustadz, atau yang lain jika ditanya suatu hukum atau suatu persoalan pasti langsung dijawab, dan yakin kalau jawaban yang mereka katakan itu sudah benar-benar benar :). Lebih ironis lagi, orang yang tidak tahu-menahu tentang jawaban pada sok tahu dan ikut-ikutan menjawab. WAllahu a’lam.
JANGAN MALU BILANG ‘BELUM TAHU’
Banyak orang pada dasarnya belum tahu akan sebuah permasalahan, tetapi saat dia ditanya oleh orang lain agar dia menceritakan atau menjawab permasalahan tersebut; dia langsung menjawabnya. Padahal jelas sekali kalau dia tidak tahu-menahu, inilah penyakit ‘sok tahu’ tadi.
Ulama kita, ulama salaf tidak seperti itu, jika mereka tidak mengetahui suatu permasalahan, mereka tidak akan malu untuk bilang bahwa mereka tidak tahu. Mereka juga tidak akan gengsi untuk bilang :”la adri”(saya belum tahu). Kenapa mereka menjawab demikian? Karena mereka tidak ingin memberi jawaban yang sebenarnya mereka kurang tahu permasalahan tersebut, atau mereka tahu jawabannya tetapi mereka kurang berkenan menjawab sendiri karena mereka merasa ada orang yang lebih alim dan lebih berhak untuk ditanyai. Banyak sekali kejadian seperti ini pada zaman permulaan Islam, lalu zaman tabiin.
Penyakit ‘sok tahu’ inilah yang sekarang mewabah seperti hama wereng di sawah para petani. Penyakit ‘malu bilang belum tahu’ inilah yang saat ini merajalela dimana-mana. Orang yang terkena ‘hama’ ini tidak merasa bahwa mereka bukanlah Tuhan yang Maha Tahu, mereka tidak tahu bahwa mereka adalah manusia lemah yang tidak akan tahu-menahu akan suatu hal kecuali apa yang diajarkan oleh Allah swt ‘La ilma lana ma allamtana’ (QS: Albaqoroh), (Qs: Almaidah 109). Jadi, sesuatu yang kita ketahui, ilmu yang kita kuasai itu semua adalah dari Allah swt; tanpa izin dan pengajaran Allah maka jangan harap kita mengetahui sesuatu.
Malaikat, tentunya kita mengenal nama malaikat. Walaupun kita tidak pernah atau belum pernah melihat wujudnya, tetapi setidaknya kita seringkali mendengar sebutan itu. Dalam masalah ghaib dia lebih banyak tahu dari manusia. Bahkan jika ada orang yang tahu sedikit saja tentang barang ghaib dia memakai gelar ‘si mata malaikat’. Kenapa bisa demikian? Karena semua orang merasa bahwa kekuatan malaikat diatas kekuatan manusia.
Kendati demikian, power malaikat diatas kemampuan manusia tetapi malaikat jika tidak tahu suatu hal mereka tidak malu mengakui bahwa dia tidak/belum tahu. Karena dia sadar bahwa dia bukanlah Allah swt. Jika dia bukan Tuhan, logikanya, sudah wajar jika dia tidak mengetahui segala hal seperti Allah Al-‘Alim (yang Maha Tahu).
Tentunya kita ingat ayat Al-Quran yang mengisahkan kejadian malaikat disuruh sujud kepada Nabi Adam as. Saat malaikat diminta oleh Allah swt untuk menceritakan nama-nama, mereka bilang :”Subhanaka la ilma lana, illa maa allamtana, innaka antal alimul hakiim’ (Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang ketahui selain dari apa yang telah Enkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Imam Assya’bi pernah ditanya suatu masalah, beliau berkata:”La adri (saya tidak/belum tahu)”. Lalu ada orang yang nyeletuk:”Tidakkah engkau malu (bilang belum tahu), padahal engkau adalah Faqih (ahli fikih) dua Iraq (Bashroh dan Kufah). Beliau menjawab:”Saya tidak akan malu dari suatu hal yang tidak dimalui oleh para malaikat ketika mereka berkata: La ilma lana illa ma allamtana”.
Jadi ingatlah ikhwani fillah, kita bukan Allah swt, jadi tidak usah malu bilang bahwa kita belum tahu. Tidak usah gengsi jika seorang ustadz, kiai, syaikh belum tahu sebuah jawaban suatu persoalan; karena dia bukanlah Allah swt.
NISFUL ILMU ‘LA ADRI’
Sebagian dari ilmu, adalah ‘saya belum tahu’. Begitulah kira-kira arti dari ungkapan di atas.
Jika seseorang berani bilang ‘saya belum tahu’, maka secara otomatis dia mengakui bahwa dia manusia yang pengetahuannya terbatas. Jika dia merasa Maha Tahu (naudzubillah), maka secara tidak langsung dia mengakui bahwa dia adalah Tuhan (naudzubillah). Yakinlah bahwa dengan jawaban ‘la adri’ saya belum tahu tidak akan menurunkan pamor anda sebagai seorang da’i, kiai, ustadz, syaikh. Mari kita contoh para salafussaholih dalam menghadapi suatu persoalan yang dia tidak mengetahui jawabannya dia akan bilang ‘la adri'(saya belum tahu).
Siapakah yang tidak mengetahui salah satu Imam Suni yang bernama Imam Malik ra, beliaulah salah satu Imam Madzab Empat; Imam Malik bin Anas ra itulah nama lengkapnya. Suatu saat beliau di tanya 48 masalah, tetapi beliau cuma bisa menjawab beberapa soal saja, sedangkan sekitar 32 masalah beliau menjawabnya ‘la adri’ (saya belum tahu). Marilah kita renungkan, salah satu Imam Madzab Empat yang kapasitas ilmunya sudah terakui masih bilang ‘saya tidak/belum tahu’, apalah kita dibanding beliau?! Sama sekali tidak bisa dibuat perbandingan. Karena di samping itu, ulama kurun waktu zaman dahulu itu lebih hebat dari ulama kurun waktu zaman sekarang (khirul qorni qorny, tsummalladzina yalunahum, tsummalladzina yalunahum) sebaik-baik kurun adalah kurunku, lalu orang-orang setelahnya, lalu orang-orang setelahnya.
Sufyan bin Uyainah berkata:”Saya pernah hadir salam suatu pengajian salah satu anak Abdullah bin Umar ra, dia ditanya tentang sesuatu. Lalu dia bilang:”La adri(saya belum/tidak tahu). Yahya bin Saiid berkata:”Heran, sungguh heran sekali, engkau bilang tidak tahu padahal engkau adalah anak Imamul Huda (imam pembawa petunjuk)”. Beliau berkata:”Orang yang bicara tanpa ilmu, berkata tanpa dapat dipercaya’ lebih mengherankan menurut Allah swt dari pada aku”.
Imam Ali ra saat berdiri di mimbar pernah ditanya, beliau menjawab:”La adri (saya belum/tidak tahu). Ada jammaah yang bilang:”Tempat ini bukan untuk orang-orang bodoh”. Beliau menjawab:”Ini tempat orang yang mengetahui sesuatu, dan juga belum mengetahui sesuatu yang lain, sedangkan bagi orang yang selalu tahu, dan tidak ada hal yang tidak diketahui olehnya maka tidak ada tempat baginya”.
Imam Abu Yusuf ditanya suatu permasalahan, beliau menjawab:”La adri (saya tidak tahu)”. Ada orang yang berkata:”Engkau makan dari baitul maal setiap hari, malah bilang engkau tidak tahu)”. Lalu beliau menjawab:”Saya makan dari baitul maal seukuran ilmuku, jikalau saya makan seukuran kebodohanku, niscaya seisi dunia semuanya ini tidak akan mencukupiku.”
Seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar ra tentang sesuatu, beliau menjawab:”La a’lam(saya tidak tahu)”. Setelah beliau pergi, ada seseorang yang berkata:”Sebaik-baiknya hal adalah apa yang dikatakan Ibnu Umar ketika dia tidak tahu dia bilang: saya tidak tahu”. (Ghoroibul akhbar 122)
Wallahu a’lam bisshowab
Ana tulis saat mencuci baju, 10.13 am. 16 Agustus 2008. 14 Sya’ban 1429 H.
Filed under: Gado-Gado | Leave a comment »